Penyair
Taufiq Ismail melakukan perjalanan ke Afrika Selatan, 19 April – 3 Mei 1993.
Dua sajaknya berjudul Tanjung dan Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf merupakan
kesan-kesan puitiknya tentang bagian benua itu, yang sudah punya hubungan
sejarah degnan Indonesia sejak 6 April 1652, ketika nakhoda Jan van Riebeeck
mendaratkan kapal-kapal VOC di Teluk Meja, Tanjung Harapan.
Keturunan
mereka dan juga pekerja-pekerja paksa yang didatangkan Belanda ke Afrika
Selatan yang kini bermukim di sana lebih dikenal sebagai Cape Malays, kurang
lebih 600.000 orang dari sejuta kaum Muslimin di negara yang berpenduduk 38
juta.
Walaupun
terpisah oleh jarak 10.000 km jauhnya dan oleh waktu sudah lebih dari 300 tahun
lamanya, terutama sejak zaman apartheid 1948-1991 yang merupakan isolasi nyaris
total sehingga seperti saling tak kenal atau lupa pada sejarah, namun mereka
tetap merasa sangat dekat dengan Indonesia dan Malaysia yang mereka kenang
sebagai negeri leluhur, tanah air asal-usul nenek moyang mereka.
Dalam
pertemuan dengan masyarakat Melayu Cape Town yang sangat akrab dan ramah-tamah
itu, penyair Taufiq Ismail membacakan puisi Tanjung di Cape Town, pada tanggal
21, 22 dan 24 April 1993. Pertama di Universitas Cape Town, kedua di masjid
Zinatul Islam yang terletak di Districk Six sebelum shalat Jum’at dan yang ketiga
kalinya dalam acara Cultural Evening di Claremont Civic Centre.
Pada
pembacaan puisi tersebut dibacakan karya yang asli dan kemudian terjemahan
Inggrisnya. Hadirin masyarakat Cape Town menyimak puisi tersebut dengan penuh
perhatian dan rasa terharu. Mereka merasa bahwa Indonesia adalah tanah leluhur
mereka, bahwa 15-20 pejuang-pejuang yang dibuang dan terkubur di benua Afrika
sejak abad 17 itu adalah pemimpin panutan mereka, dan mereka rindu sekali untuk
berkunjung ziarah ke Sulawesi Selatan, Banten, Tidore, Madura dll, tempat
asal-usul pemimpin dan keluarga mereka dahulu. Ziarah sedemikian tak mungkin
dilakukan di zaman apartheid dulu, namun kini dengan dihapuskannya apartheid
pada 1991, kini sudah mungkin dilakukan. Marilah kita sambut mereka bila hal ini
terjadi.
Categories: Sejarah Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar