Sabtu, 02 Mei 2009

Puisi Kedua

Posted by Asas CnC @rt On 04.10
Taufiq Ismail

SEMBILAN BURUNG CAMAR TUAN YUSUF

Sekarang bayangkanlah saya

memegang terali kubur pertama Tuan Yusuf, dan

memandang bekas tumpak bumi yang pernah menating

jenazahnya.


Kemudian lihatlah saya keluar

bangunan itu, pergi ke

empat kuburan dengan

empat nisan berjajar,

tak bernama tapi berukir

Asmaul Husna.

Di situ

empat orang terbujur

mungkin santri, mungkin

komandan pasukan

Tuan Yusuf,

mungkin orang Makassar,

Bugis atau

Banten.



Kemudian bayangkanlah sebuah

meriam bercat hitam

menunjuk cakrawala

langit Afrika.

Kemudian ikutilah saya

surut tiga abad

mengingat-ingat

jalan pertempuran

ketika Tuan Yusuf

jadi komandan.



Dengar angin bertiup di Faure waktu itu

mungkin dari dua samudera

yang bersalam-salaman

di tanjung paling ujung

mungkin juga suhu dingin dari

Kutub Selatan.



Lihatlah dedaunan

musim rontok

pada dedahanan

mengitari teluk

bermerahan

yang berbisik-bisik menyanyi

ketika warna ganti berganti.



Dapatkah kita membayangkan

Tuan Yusuf

seorang sufi yang cendekia

zikir membalut tubuhnya

karangan mengalir melalui kalam

terbuat dari sembilu bambu

dengan dawat

berwarna merah dan hitam

jadi buku dalam tiga bahasa,

seorang lelaki

cendekia dasn berani.



Lantas fantasikan

tulang-belulang

seorang pemberani

tersusun dalam peti

berlayar lebih 10.000 km

lewat dua samudera

suara angin dari barat

menampar-nampar tujuh layar

di pesisir Celebes buang jangkar

lalu orang-orang bertangisan

menurunkan Tuan Yusuf penuh hormat

ke dalam bumi Lakiung

dekat tempat ibunya Aminah

bertumpah darah melahirkannya.



Wahai

sukarnya bagiku mereka-reka

garis wajahmu ya Syekh

karena rupa Tuan tidak direkam

dalam fotografi abad ini

tidak juga dibuatkan lukisan pesanan pemerintah

dalam potret cat akrilik lima warna

namun kubayangkan sajalah

kira-kira wajah seorang sangat jantan, 65,

bermata tajam, bernafas ikhlas

berjanggut tipis

bersuara dalam

bertubuh langsing

berbahasa fasih

Makassar

Bugis

Arab

dan

Melayu.



Orang-orang Tanah Rendah itu takut pada Tuan.

Dan sebenarnya

di lubuk hati Gubernur dan manajer-manajer

maskapai dagang VOC

yang gemar menyalakan meriam dan mesiu itu

mereka kagum pada Tuan.

Tapi mereka mesti membuang Tuan

ke Batavia, Ceylon, lalu 10.000 km ke benua ini

karena mereka tak mau tergaduh

dalam pengumpulan uang emas

disusun rapi dalam peti terbuat dari kayu jati

begitu kubaca catatan mereka.



Apa format dan fisiologi

kecendekiaan dan kejantananmu

ya Syekh?



Perhatikan kini kabut

jadi gulung-gemulung mega, lepas meluncur cepat

dari Gunung Meja

yang memandang dua Samudera.



Aku merasakan angin musim gugur

bulan April berkata

kau merdeka hari ini

karena

tiga abad lalu

Syekh Yusuf

telah membabat hutan rotan

dan

menyibakkan ilalang berduri untukmu.



Aku mendengar

zikir mengalir

lewat sembilan burung camar

yang sayapnya

seperti

berombak

menyanyi.



Lihatlah

dua tetes

air hangat

mengalir

dari

dua tepi

mataku.



Al-Fatiha.




Cape Town, 26 April 1993
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar